Minggu, 01 Januari 2017

KRITIK ARSITEKTUR - Arsitektur Modern dan Post Modern

Secara garis besar dapat dikondisikan menjadi: Self (Diri), Authority (Yang Berwenang), Expert (Pakar), Peer (Kelompok), dan Layman (Orang Awam).
Kritik Diri (Self Criticism)
Kritik diri merupakan situasi dimana perancang atau pembuat keputusan mengkritisi dirinya sendiri dalam proses perancangan. Kritik model ini memusatkan perhatian pada pengkayaan pikiran diri. Dengan ini diharapkan kritikus dapat lebih banyak mempelajari dan mengembangkan berbagai fenomena yang muncul dalam situasi dan hukum-hukum perancangan.
Kritik diri merupakan kerja yang otoritasnya merupakan komposisi dari beberapa kegiatan:
Ø  Pengayaan/Penyaringan ( Labour of Shifting )
Ø  Penggabungan ( Labour of Combining )
Ø  Penyusunan ( Labour of Constructing )
Ø  Penghapusan ( Labour of Expunging )
Ø  Pembetulan ( Labour of Correcting )
Ø  Pengujian ( Labour of Testing )
Menurut (Shan, 1957), seorang artis dalam pekerjaan keseniannya ia tidak cukup sekadar menjadi dirinya. Dia harus berfungsi dan bertindak sebagai dua orang setiap saat dan dalam berbagai cara. Satu sisi ia berlaku sebagai penghayal (imaginer) dan pembuat (producer) tetapi pada sisi lain ia juga kritikus. Setidaknya ada tiga suara (bisikan) yang secara psikologis menyertai diri ketika dihadapkan dalam usaha memecahkan proses perancangan, yaitu:
  1. Suara Keharusan ( The Should Voices )
Ada dua suara keharusan (should voice) yang mencoba meyakinkan diri untuk melakukan ini atau itu.
  • Suara yang berwenang (Authority Voices) mengatakan pada diri bahwa diri naïf dan tidak kompeten dan menyatakan bahwa diri harus lebih baik lagi;
  • Suara umum (Peer Voice) mengatakan bahwa kita professional dan harus mempertanggungjawabkannya. Secara psikologis should (keharusan akan) dalam suara bisikan ini telah menjadi “obsesi neurotic”.
Semua ini berkecamuk di sekeliling diri selama berlangsungnya proses berkarya. Rujukan dari suara keharusan mengacu pada prinsip-prinsipmoral tertentu yang harus dipertimbangkan dalam diri.
  1. Suara Ketakutan ( The Fear Voices )
Ada dua suara ketakutan:
  • Ketakutan pada Kegagalan ( Fear of Failure ). Adakalanya ketika kritik telah kita lontarkan tiba-tiba diri merasa bahwa diri tidak mampu bertindak semuanya. Apa yang dilakukan terasa salah dan akan gagal. Diri ditempatkan sedemikian rupa dalam kebenaran yang lain yang lebih terpercaya. Ketakutan pada kegagalan menyeruak ketika diri dapat mengantisipasi suara petuah dan suara umum dan juga tahu bahwa mereka benar. Yah, karya diri tidak terlalu baik atau diri harus menghentikannya.
  • Ketakutan pada Kesuksesan ( Fear of Success ). Jika diri sukses dalam tugas, maka sukses akan membawa tanggungjawab baru, standard yang lebih tinggi dan tuntutan performa yang lebih baik lagi ke depan.
  1. Suara peringatan ( The Cautionary Voice )
Suara peringatan mengklain lebih mengetahui diri dari pada diri saya sendiri. Suara-suara itu ditemukan dalam serapan pengalaman dan kemampuan internal.
Kritik yang Berwenang (The Authoritative Setting)
Sumber kritik otoritas adalah kekuatan yang melekat dalam posisi social. Hubungan secara hirarkis individu dengan pembuat keputusan dan penentu kebijakan.
Dalam kasus yang sama adalah dasar-dasar kritik yang berlangsung dalam situasi pendidikan studioperancangan. Sekalipun dalam banyak model pendidikan sebagaimana di Beaux Art Guru dipandang sebagai partner dalam proses pembelajaran. Ada juga dalam model pendidikan kontemporer yang masih memandang guru secara structural memiliki kepekaan untuk menyukai individu tertentu sebagai sebuah figure yang semi otoriter.
Terdapat beberapa kesulitan dalam kritik yang dilontarkan oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas (John Wade, 1976):
Peran juri yang berlaku sebagai pihak yang memiliki otoritas menghakimi tetapi juga memiliki kekauasaan instruksional.
Adanya fleksibelitas dalam menetapkan nilai kritik yang dilancarkan- dimana kritikus merespon pada fakta projek yang sedang dipresentasikan.
Keputusan dipengaruhi oleh situasi yang beragam yang dihadapi masing-masing pendidikan, keputusan yang dilakukan secara acak terinspirasi dari solusi yang datang berdasarkan pengaruh jaman. Tidak ada kualitas nilai yang secara eksplisit tertuang dalam setiap keputusan.
Kritik Pakar (Expert Criticsm)
Kritik pakar dipandang tidak memiliki kekuatan yang spesifik melampaui apa yang dikritiknya. Dampaknya sangat bergantung pada kesan-kesan yang lain yang berkait dengan pengetahuan secara khusus dan kemampuan internalnya.
Kritik biasanya berupa tulisan popular yang dimuat di media massa. Pakar dalam hal ini biasanya adalah orang-orang jurnalis yang memiliki kepekaan untuk membuat paparan dan pengumpulan fakta-fakta. Melalui berbagai perangkat pengalamannya mereka mendemonstrasikan kemampuan pemahamannya tentang isu-isu yang berkaitan dengan desain lingkungan.
Dua bentuk kritik pakar:
  1. Kolom umum
Kolom umum biasanya berupa tulisan yangdikarakteristikkan sebagai berita pembentuk opini yang memiliki tendensi pengajuan karakteristik tertentu yang diinginkan.
  1. Berita Palsu, menyajikan samaran dari sebuah berita dan upaya advertensi (pengiklanan).
Adakalanya kritikus pakar juga menuai kritik antara lain, sebagaimana ditulis oleh Ada Louise Huxtable: Yang terhormat Tuan Kritikus: Artikel anda tentang arsitektur sungguh mengindikasikan bahwa anda kurang memiliki kepekaan rasa. Arsitektur terlalu penting untuk dibiarkan kepada para kritikus arsitektur.
Kritik Kelompok (Peer Criticism)
Kebanyakan lingkungan masyarakat dan institusi tertentu dalam kritik kelompok (peer criticism) tentang arsitektur adalah juri penghargaan desain. Dalam hal ini arsitek professional mengevaluasi dan memberikan pengetahuan khusus tentang desain yang dibawa oleh para professional. Institusi lain dalam kritik kelompok adalah buku atau artikel yang ditulis oleh para arsitek tentang arsitek-arsitek lain. Beberapa kriteria kualitas yang biasanya menjadi poin-poin evaluasi dalam kritik kelompok:

  • Bangunan harus memiliki konsep
  • Bangunan harus mencerminkan keteraturan struktur
  • Bangunan harus menghargai dan respek terhadap lingkungan
  • Ruang harus peka terhadap emosi lingkungan
  • Sangat disarankan untuk menggunakan teknologi yang dipersyaratkan
  • Bangunan harus memiliki makna dan ruang yang selalu bisa diingat, dll.
Kritik Awam (Layman Criticsm)
Awam lebih diarahkan pada pengguna lingkungan fisik yang:
  • Tidak menyadari bahwa lingkungan fisik diciptakan
  • Tidak secara khusus dilatih sebagai desainer dan kritikus.

Beberapa kategori dasar respon awam dalam memandang arsitektur:
  • Perhatian terhadap Lingkungan
  • Perilaku terhadap lingkungan antara desain dan kebutuhan kondisi lingkungan yang diinginkan
Modifikasi terhadap lingkungan:
  • Yang tidak disadari
  • Yang disadari (improvement/perbaikan)
  • Yang disadari (destruksi/penghancuran)
LANGGAM MODERN

Notre Dame du Haut / Le Corbusier

File:RonchampCorbu.jpg
Notre Dame du Haut adalah sebuah gereja di daerah di Kota Ronchamp. Karya Le Corbusier ini berbeda dengan ciri khas arsitektur modern kebanyakan yang berbentuk geometris kotak. Bentuk dari capel du Haut ini berbentuk kurva di sisi atap dan dinding. Bentuk Notre Dame merupakan komposisi bidang – bidang lengkung seperti kurva dan komposisi ketebalan dinding yang bervariasi sehingga secara keseluruhan bangunan terlihat seperti massa seni patung.
Pada dinding Notre Dame du Haut ini terdapat bukaan-bukaan yang  letaknya bervariasi dan tidak teratur. Bukaan tersebut dengan kaca-kaca lukisan dan tulisan tangan dari Le Corbusier sendiri.Dari bukaan tersebut dihasilkan pencahayaan di dalam dinding.
Atap Notre Dame du Haut terbuat dari bahan beton bertulang ekspose. Atap bagian utara dibuat lebih rendah dari arah selatan. Hal ini bertujuan agar air turun ke arah utara. Atapnya juga tidak menggunakan talang sehingga air yang turun akan terlihat seperti air terjun.

LANGGAM POST MODERN
The Portland Building / Michael Graves

Architects:Michael Graves
Location:1120 Southwest 5th Avenue, Portland, OR 97204, United States
Area:362400.0 ft2
Project Year:1982 
Bangunan ini berupaya untuk menciptakan sebuah kontinum antara masa lalu dan dan sekarang, antara lain berupa sebuah patung wanita yang dikenal pada abad XIX bernama “Portlandia”, personifikasi dari semangat, kebijakan dan keteguhan moral dari warga negara dalam perdagangan. Fasad segi empat dilapisi stuco ditambah elemen klasik, seperti over-scaled keystones, tiang, dan belvederes. Selain adanya dekorasi menonjol yang non-fungsional dari patung “Portandia”, warna-warna kontras dan menyolok sangat dominan dalam gedung ini, seperti coklat susu, coklat tua dan warna gelap dari kaca. Di bagian atas atau atapnya yang datar terdapat konstruksi seperti rumah-rumahan kecil mirip dengan kuil kuno dari artemis-yunani beratap piramid dan pelana. Bentuk-bentuk geometris sederhana, kotak-kotak, segitiga, garis-garis non-fungsional terlihat, menjadi bagian ciri arsitektur post modern, banyak menghiasi bagian luar dar gedung The Portland.